Aktifitas kehidupan manusia selalu tidak lepas dengan efek samping berupa limbah rumah tangga. Limbah rumah tangga dapat berupa limbah cair yang biasanya disebut dengan air limbah sedangkan untuk limbah padat sering disebut dengan sampah, disamping itu tentu juga terdapat limbah gas yang secara kuantitas untuk aktifitas rumah tangga sering tidak dibahas tentang hal ini seperti gas dari proses dekomposisi limbah cair pada septiktank, gas CO2 dari proses memasak, gas yang timbul dari dekomposisi sampah, dan lain-lain.
Pada penulisan ini lebih diarahkan pada sampah rumah tangga. Sampah rumah tangga dihasilkan mulai dari kegiatan penyiapan makanan dan minuman, perawatan tubuh, aktifitas pendidikan, aktifitas pekerjaan orang tua berdasarkan profesi masing-masing, aktifitas pertanian berskala rumah tangga, aktifitas hobi, dan lain-lain.
Khususnya masyarakat yang berada di perkotaan secara instan dapat menggunakan layanan pengelolaan sampah dengan membayar retribusi pengelolaan sampah, sampah diambil petugas setiap hari …………. urusan beres.
Sampah setelah diambil seharusnya dikelola secara komunal dan harus memenuhi standar pengelolaan sampah sehingga tidak mencemari lingkungan seperti halnya teori-teori yang telah diterapkan oleh negara-negara maju yang secara finansial telah mampu untuk melaksanakan itu. Namun apa yang terjadi. Untuk negara kita yang masih berkembang rupanya harapan untuk kearah itu belumlah bisa terpenuhi, sehingga beberapa waktu yang lalu kita dengar terjadinya longsornya gunung sampah yang menimpa pemukiman penduduk dibawahnya hingga merenggut beberapa nyawa di Leuwi Gajah, menumpuknya sampah di kota Bandung, penolakan masyarakat di dekat calon lokasi pengelolaan sampah secara komunal dan lain-lain. Hal tersebut bisa terjadi karena terjadinya ketimpangan antara kemajuan teknologi yang akan diaplikasikan dengan kesiapan sumber daya manusia untuk menerima terobosan teknologi tersebut baik bagi pengelola maupun masyarakat sekitar lokasi.
Selain itu dari pelaksanaan pengelolaan sampah yang sudah ada, dijadikan patokan bagi masyarakat bahwa setiap proses pengelolaan sampah akan seperti yang sudah-sudah, yaitu belum sempurna atau tidak sesuai dengan yang ada di teori yang memang memakan biaya yang cukup besar. Hal ini tentu tidak sebanding dengan jumlah retribusi yang dibayarkan sehingga subsidi Pemerintah diperlukan untuk hal tersebut.
Sementara aktifitas manusia tetap berjalan dan semakin banyak pula jumlah penduduk juga berdampak pada semakin banyaknya timbulan sampah perharinya.
Akankah hal tersebut dibiarkan begitu saja tanpa terobosan baru yang saling menguntungkan ? Apakah potensi sampah yang berdampak positif tidak kita upayakan ?
Insya Allah akan disambung lagi…………………. atau bagaimana menurut Pembaca……….? silahkan berkomentar.
Tinggalkan komentar